BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Melalui
kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan karena
faktor perbanyakannya yang tinggi. Bibit dari varietas unggul yang jumlahnya
sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan. Pada tanaman
perbanyakan melalui kultur jaringan, bila berhasil dapat lebih menguntungkan
karena sifatnya akan sama dengan induknya (seragam) dan dalam waktu yang
singkat bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dan bebas penyakit.Kultur
jaringan adalah metode perbanyakan vegetatif dengan menumbuhkan sel, organ atau
bagian tanaman dalam media buatan secara steril dengan lingkungan yang
terkendali.Tanaman bisa melakukan kultur jaringan jika memiliki sifat
totipotensi, yaitu kemampuan sel untuk beregenerasi menjadi tanaman lengkap
kembali.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian kultur jaringan?
2.
Bagaimana tahapan pada kultur jaringan?
3.
Apa manfaat,tujuan dan metode yang digunakan dalam kultur jaringan?
4.
Apa saja jenis kutur jaringan dan macamnya ?
5.Apa
saja masalah, kekurangan dan kelebihan kultur jaringan?
C. Tujuan
Untuk
mengetahui cara pengelolaan kultur jaringan dan
manfaat dari kultur jaringan serta keunggulan dan kekurangan dalam
kultur jaringan.
D.
Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini diantaranya yaitu dapat menambah pengetahuan serta pemahaman
kita mengenai kultur jaringan .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kultur Jaringan
Kultur
jaringan merupakan terjemahan dari Tissue culture. Tissue dalam bahasa
Indonesia adalah jaringan yaitu sekelompok sel yang yang mempunyai fungsi dan
bentuk yang sama, culture diterjemahkan sebagai kultur atau pembudidayaan.
Sehingga kultur jaringan diartikan sebagai budidaya jaringan/sel tanaman
menjadi tanaman utuh yang kecil yang mempunyai sifat yang sama dengan induknya.
Street
(1977) mengemukakan terminologi, plant tissue culture is generally used for the
aseptic culture of cells, tissues, organs, and their components under defined
physical and condition in vitro. Atau: Kultur Jaringan adalah kultur aseptik dari sel,
jaringan, organ, atau bagian lain yang kompeten untuk dikulturkan dalam
komposisi kimia tertentu dan keadaan lingkungan terkendali.
Thorpe
(1990) melanjutkan defenisi tersebut, plant culture/tissue culture,also
referred to as in vitro, aseptik, or sterile culture is an important tool in
both basic and applied studies as well as in commercial application. Artinya,
kultur jaringan dapat didefenisikan sebagai metode untuk mengisolasi bagian
tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ dan menumbuhkannya
dalam media yang tepat dan kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut
dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
Salah
satu teknik bioteknologi yang sering digunakan adalah kultur sel dan jaringan.
Menurut Suryowinoto (1991) kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai
tissue culture, weefsel cultuus, atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan
jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama.
Kultur
jaringan digunakan sebagai istilah umum yang juga meliputi kultur organ ataupun
kultur sel. Istilah kultur sel digunakan untuk berbagai kultur yang berasal
dari sel-sel yang terdispersi yang diambil dari jaringan asalnya, dari kultur
primer, atau dari cell line atau cell strain secara enzimatik, mekanik, atau
disagregasi kimiawi. Terminologi kultur histotypic akan diterapkan untuk jenis
kultur jaringan yang menggabungkan kembali sel-sel yang telah terdispersi
sedemikian rupa untuk membentuk kultur jaringan.
Kultur
sel dan jaringan dapat digunakan pada hewan dan tumbuhan. Kultur jaringan hewan
merupakan suatu teknik untuk mempertahankan kehidupan sel di luar tubuh
organisme. Lingkungan sel dibuat sedimikian rupa, sehingga menyerupai
lingkungan asal dari sel yang bersangkutan. Sel yang dipelihara bisa berupa sel
tunggal (kultur sel), sel di dalam jaringan (kultur jaringan), maupun sel di
dalam organ (kultur organ) (Listyorini, 2001). Teknik pembuatan kultur primer
pada kultur sel, jaringan, dan organ hewan pada dasarnya sama. Sel, jaringan, atau
organ hewan diambil dari tubuh hewan dan mulai dipelihara di dalam kondisi
in-vitro. Selama di dalam kultur primer semua kebutuhan sel baik sebagai sel
tunggal (kultur sel), sebagai bagian dari jaringan (kutur jaringan), maupun
sebagai bagian organ (kultur organ) harus dipenuhi agar sel dapat hidup dan
menjalankan fungsi normalnya.
B. Tahapan
pembuatan kultur jaringan
1.Pembuatan
Media
Media
merupakan faktor penentu dalam perbanyakandengan kultur jaringan. Komposisi
media yangdigunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akandiperbanyak. Media
yang digunakan biasanya terdiri darigaram mineral, vitamin, dan hormon. Selain
itu,diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, danlain-lain. Zat
pengatur tumbuh (hormon) yangditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya
maupunjumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringanyang dilakukan.
Media yang sudah jadi ditempatkanpada tabung reaksi atau botol-botol kaca.
Media yangdigunakan juga harus disterilkan dengan caramemanaskannya dengan
autoklaf. Ada
dua macam penggolongan media tumbuh dinataranya :
a. Metode Padat (Solid
Method)
Metode
pada dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan kemudian dengan medium
diferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas sehingga kalus dapat
tumbuh menjadi planlet. Media padat adalah media yang mengandung semua komponen
kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan kemudian dipadatkan dengan menambahkan
zat pemadat. Zat pemadat tersebut dapat berupa agar-agar batangan, agar-agar
bubuk, atau agar-agar kemasan kaleng yang yang memang khusus digunakan untuk
media padat untuk kultur jaringan.
Media
yang terlalu padat akan mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit untuk
menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan menyebabkan
kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa tenggelamnya eksplan yang
ditanam. Eksplan yang tenggelam tidak akan dapat tumbuh menjadi kalus, karena
tempat area kalus yaitu pada irisan (jaringan yang luka) tertutup oleh medium.
Metode
padat dapat digunakan untuk metode kloning, untuk menumbuhkan protoplas stelah
diisolasikan, untuk menumbuhkan planlet dari protokormus stelah dipindahkan
dari suspensi sel, dan untuk menumbuhkan planlet dari prtoplas yang sudah
difusikan (digabungkan).
b. Metode Cair(Liquid
Method)
Penggunaan
metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode padat, karena untuk
menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga keberhasilannya
sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat berhasil.Oleh karena
itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk suspensi sel, yaitu untuk
menumbuhkan plb (prtocorm like bodies).Dari protokormus ini nantinya dapat
tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan kedalam media padat yang sesuai.
Pembuatan
media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita tidak perlu
memanaskannya untuk melarutkan agar-agar.Media cair juga tidak memerlukan zat
pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein.
2.Inisiasi
Inisiasi
adalah pengambilan eksplan/inokulum dari bagian tanaman yang akandikulturkan.
Bagian tanaman yang sering digunakan untukkegiatan kultur jaringan adalah
tunas.Inokulum dapat diambil dari potongan yangberasal dari kecambah atau
jaringan tanaman dewasa yang mengandung jaringan meristem.
3.Sterilisasi
Sterilisasi
adalah bahwa segala kegiatandalam kultur jaringan harus dilakukan ditempatyang
steril, yaitu di laminar flowdan menggunakan alat-alat yang jugasteril.
Sterilisasi juga dilakukan terhadapperalatan, yaitu menggunakan etanol
yangdisemprotkan secara merata padaperalatan yang digunakan. Teknisi
yangmelakukan kultur jaringan juga harussteril.
4.Multiplikasi
Multiplikasi
adalah kegiatanmemperbanyak calon tanaman denganmenanam eksplan padamedia.
Kegiatanini dilakukan di laminar flow untukmenghindari adanya kontaminasi yangmenyebabkan
gagalnya pertumbuhaneksplan. Tabung reaksi yang telahditanami ekplan diletakkan
pada rak-rakdan ditempatkan di tempat yang sterildengan suhu kamar.
5.Pengakaran
Fase
dimana eksplan akanmenunjukkan adanya pertumbuhan akar yangmenandai bahwaproses
kultur jaringan yangdilakukan mulai berjalan denganbaik. Pengamatan
dilakukansetiap hari untukmelihat pertumbuhan dan perkembangan akarserta untuk
melihat adanya kontaminasi olehbakteri ataupun jamur. Eksplan
yangterkontaminasi akan menunjukkan gejala sepertiberwarna putih atau biru
(disebabkan jamur)atau busuk (disebabkan bakteri).
6.Aklimatisasi
Kegiatan
memindahkaneksplan keluar dari ruangan aseptic ke kultur potatau bedeng.
Pemindahan dilakukan secarahati-hati dan bertahap, yaitu denganmemberikan sungkup.
Sungkup digunakanuntuk melindungi bibit dari udara luar danserangan
hamapenyakit karena bibit hasil kulturjaringan sangat rentan terhadap serangan
hamapenyakit dan udara luar. Setelah bibit mampuberadaptasi dengan lingkungan
barunya makasecara bertahap sungkup dilepaskan danpemeliharaan bibit dilakukan
dengan cara yangsama dengan pemeliharaan bibit generatif.
C. Tujuan dan Manfaat Kultur
Jaringan
a.Pengadaan
bibit
Penyediaan
bibit yang berkualitas baik merupakan salah satu faktor yang menentukankeberhasilan
dalam pengembangan pertanian di masa mendatang.Pengadaan bibit pada suatu
tanaman yang akan dieksploitasi secara besar-besaran dalam waktu yang akancepat
akan sulit dicapai dengan perbanyakan melalui teknik konvensional.
Pengadaanbibitmembantumemperbanyak tanaman (menyediakan bibit), khususnya untuk
tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif.Keunggulan bibit hasil
kultur jaringan, antara lain, identik dengan induknya, massal & hemat tempat,waktuyangrelatifsingkat, lebih seragam, mutu bibit lebih terjamin, dan kecepatan tumbuh bibit
lebih cepat.
b.
Menyediakan bibit bebas virus/penyakit
Banyak
virus yang tak menampakkan gejalanya, namun bersifat laten, dan akan dapat
mengurangi vigor, kualitas dan kuantitas produksi. Virus dalam tanaman induk
merupakanmasalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman hortikultura secara
konvensional. Morrel &Martin (1952) menemukan bahwa pada daerah meristem
Martin (1952) menemukan bahwa pada daerah meristem apikal, ternyata kandungan
virusnya paling rendah bahkan tidak ada. Hal ini mungkin karena virus bergerak
melalui sistem pembuluh, sedang daerah tersebut belum ada sistem pembuluhnya,
selain itu aktivitas metabolisme tinggi pada daerah tersebut tidak mendukung
replikasi virus, juga konsentrasi auksin yang tinggi menghambat multiplikasi.
c.
Membantu program pemuliaan tanaman
Dengan
kultur jaringan dapat membantu program pemuliaan tanaman untuk menghasilkan
tanaman yang lebih baik melalui :
Keragaman
Somaklonal, Kultur Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro, Fusiprotoplas,
Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dll.
d.
Membantu proses konservasi dan preservasi plasma nutfah
Dilakukandengan
konservasi in vivo dalam bentuk penyimpanan biji dan tanaman hidup (Kebun
Raya), preservasi in vivo dengan cara menyimpan biji. Penyimpanan secara kultur
jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pertumbuhan minimal (minimal
growth) dan kriopreservasi.Untuk biji ortodoks dalam ruang dengan temperatur
dan kelembaban yang terkendali. Masalahnya pada biji rekalsitran (apalagi yang
ukuran bijinya besar); perlu secara kultur karingan, yaitu sel-sel kompeten
(mampu beregenerasi) disimpan dalam temperatur rendah dan dibekukan dalam
cairan nitrogen (Kriopreservasi). Adapun penelitian penyimpanan secara kultur
jaringan telah dilakukan suatu lembaga (BSJ) terhadap tanaman ubi-ubian, sepeti
ubi kayu, gembili.
e.
Memproduksi senyawa kimia untuk farmasi, industri makan dan industri kosmetik
Sel-sel
tanaman yang dapat memproduksi senyawa tertentu, ditumbuhkan dalam bioreaktor
besar. Misalnya untuk produksi senyawa antibiotik dari suatu jenis fungi.
Senyawa hasil tersebut bisa didapatkan dari hasil sintesis lengkap; juga dapat
merupakan hasil transformasi oleh enzim dalam sel tanaman. Misalnya pewarna
merah untuk lipstik dari tanaman, yang disebut dengan biolips (prod. Kosmetik
Kanebo).
D. Metode dalam Kultur
Jaringan
Metode
kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya
untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang
dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain:
mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah
yang besar sehingga tidak terlalu
membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar
dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan
tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Teknik kultur jaringan memanfaatkan
prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan
tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi
aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu
teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa
Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut dibiakkan di
dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari kultur
in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian
tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas
jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil
ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.
Metode perbanyakan tanaman secara
in vitro dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui perbanyakan tunas
dari mata tunas apikal, melalui pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis
somatik, baik secara langsung maupun melalui tahap pembentukan kalus. Ada
beberapa tipe jaringan yang digunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur
jaringan. Pertama adalah jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan
masih aktif membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang
tinggi. Jaringan tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas
aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan
yang kedua adalah jaringan parenkim, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang
sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan
tersebut adalah jaringan daun yang sudah berfotosintesis dan jaringan batang
atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.
E. Macam Kultur
1.Kultur
Pucuk
Kultur
Pucuk (Shoot culture) adalah teknik mikropropagasi yang dilakukan dengan cara
mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk (apikal dan lateral)
dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-tunas/cabang-cabang aksilar.
Tunas-tunas aksilar tersebut selanjutnya diperbanyak melalui prosedur yang sama
seperti eksplan awalnya dan selanjutnya diakarkan dan ditumbuhkan dalam kondisi
in vivo.
Istilah
yang digunakan untuk teknik kultur pucuk ini tergantung dari eksplan yang
digunakan. Jika eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk-pucuk apikal (panjang
± 20 mm) saja maka tekniknya disebut sebagai “Shoot-tip Culture”, namun bila eksplan
yang digunakan adalah ujung pucuk apikal beserta bagian tunas lain dibawahnya
disebut sebagai “Shoot Culture”. Besar kecilnya eksplan yang digunakan
mempengaruhi keberhasilan kultur pucuk. Semakin kecil eksplan, semakin kecil
kemungkinannya untuk terkontaminasi oleh mikroorganisme namun semakin kecil
juga kemampuannya untuk beregenerasi dan memperbanyak diri. Sebaliknya, semakin
besar eksplan yang digunakan maka semakin besar kemampuannya untuk beradaptasi
dalam kondisi in-vitro, namun makin besar juga kemungkinannya untuk
terkontaminasi, makin banyak kebutuhannya akan media dan makin besar
wadah/botol kultur yang diperlukan. Oleh karena itu perlu diketahui ukuran
eksplan yang sesuai untuk masing-masing varietas dan spesies tanaman.
Tujuan
praktis kultur pucuk adalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman, yang mendasari
produksi bibit secara komersial. Pucuk awal ini dalam media yang tepat,
membentuk pucuk-pucuk baru yang jumlahnya tergantung dari jenis, berkisar dari
4-20 an tunas. Setelah di induksi pembentukan akar pada pucuk, maka akan tumbuh
tanaman yang sempurna yang identik dengan induknya atau merupakan fotokopi dari
induknya. Kultur pucuk merupakan dasar dari kegiatan perbanyakan dalam
laboratorium komersial. Pertumbuhan pucuk, pada umumnya memerlukan zat pengatur
tumbuh dalam media. Tahapan pertumbuhan dan tipe pertumbuhan, menentukan jenis
dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang dibutuhkan. Auksin yang biasanya
dipergunakan dalam kultur pucuk, adalah IAA, NAA dan IBA. Priyono (2004)
melaporkan bahwa IAA sangat berperan dalam memperbaiki tingkat pembentukan
tunas mikro pada kultur in vitro ruas T trianggulare. Penggunaan 2,4-D biasanya
dihindarkan, karena 2,4 D cenderung menginduksi kalus. Dalam kultur pucuk,
kalus tidak diinginkan.
2.Embriogenesis
Embriogenesis
adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio. Proses ini merupakan tahapan
perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi. Embriogenesis
meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat sel. Sel pada embriogenesis
disebut sebagai sel embriogenik.
3.Kultur
Embrio
Kultur
Embrio adalah memisahkan embrio yang belum dewasa dan menumbuhkan secara kultur
jaringan untuk menghasilkan tanaman viable.
4.Kultur
Meristem
Meristem
merupakan kumpulan sel-sel yang aktif membelah pada tempat tertentu pada
tanaman, dimana sel-sel tersebut akan membentuk sistem jaringan secara permanen
seperti akar, tunas, daun, bunga dan lain-lain. Sel-sel jaringan meristem
mempunyai kemampuan embrionik yang dapat membelah tanpa batas untuk membentuk
jaringan dewasa untuk kemudian menjadi organ-organ tanaman.
Bentuk
dan ukuran titik tumbuh meristem berbeda antara tanaman yang satu dengan
lainnya tergantung kelompok tanaman secara taksonomik. Meristem pada tunas
tanaman yang tergolong dikotil mempunyai lapisan sel-sel yang membentuk kubah
yang sel-selnya aktif membelah berukuran diameter sekitar 0.1-0.2 mm dan
panjang 0.2-0.3 mm. Meristem tidak mempunyai vaskuler yang terhubung dengan
jaringan phloem dan xylem pada batang. Dibawah sel meristem terdapat sel-sel
yang membelah dan memanjang yang berkembang menjadi primordia daun.
Kultur
meristem merupakan salah satu metoda dalam teknik kultur jaringan dengan
menggunakan eksplan berupa jaringan meristematik baik meristem pucuk terminal
atau meristem dari tunas aksilar. Tujuan utama aplikasi kultur meristem adalah
mendapatkan dan memperbanyak tanaman yang bebas virus (eliminasi virus dari
bahan tanaman). Kultur meristem sebagai metoda untuk perbanyakan tanaman yang
bebas virus sudah secara luas diaplikasikan terutama pada tanaman hortikultura.
Sel-sel meristem pada umumnya stabil, karena mitosis pada sel-sel meristem
terjadi bersama dengan pembelahan sel yang berkesinambungan, sehingga ekstra
duplikasi DNA dapat dihindarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan
identik dengan tanaman donornya (Gunawan, 1988). Jaringan meristem merupakan
jaringan vegetatif sehingga plantlet yang dihasilkannyapun merupakan suatu
klon. Oleh karena itu kelompok tanaman yang dihasilkan dari kultur meristem
sering disebut mericlone.
5.Kultur
Kalus Dan Kultur Suspensi Sel
Kultur
kalus merupakan pemeliharaan bagian kecil tanaman dalam lingkungan buatan yang
steril dan kondisi yang terkontrol (Pauls, 1995 dalam Kulkarni, 2000). Kalus
adalah jaringan yang berproliferasi secara terus menerus dan tidak
terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang bentuknya
tidak teratur. Proliferasi jaringan ini dapat dilakukan secara tidak terbatas
dengan cara melakukan subkultur sepotong kecil jaringan kalus pada medium yang
segar dengan interval waktu yang teratur (George & Sherrington, 1984).
Kalus diinduksi dengan melukai jaringan tanaman. Menurut George &
Sherrington (1984), pemotongan atau pelukaan jaringan tanaman dapat merangsang
pembelahan sel yang berperan dalam inisiasi pembentukan kalus. Kultur kalus ini
merupakan materi penting dalam kultur suspensi sel tanaman (Allan 1996 dalam
Gürel, 2002).
Kultur
suspensi sel adalah pemeliharaan sel, tunggal maupun gabungan beberapa sel,
dalam medium cair dan lingkungan buatan yang steril. Kultur suspensi sel
terdiri atas populasi sel dengan laju pertumbuhan yang cepat karena seluruh
permukaan sel dapat kontak langsung dengan medium nutrisi. Hal ini menyebabkan
metabolisme sel lebih tinggi jika dibandingkan dengan kultur kalus (George &
Sherrington, 1984).
Metode
kultur suspensi sel dapat digunakan sebagai sarana untuk produksi metabolit
sekunder. Hal ini dapat terjadi karena setiap sel tumbuhan yang diisolasi dari
tumbuhan induknya mempunyai potensi genetik dan fisiologi yang sama dengan induknya,
atau yang dikenal dengan nama sifat totipotensi. Sifat ini menyebabkan
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman induk dapat pula dihasilkan
pada sel yang dikultur secara in vitro (Fowler, 1981 dalam Mantell & Smith,
1983). Potensi kultur sel untuk memproduksi metabolit telah dibuktikan pertama
kali oleh perusahaan farmasi Amerika Pfizer Inc pada tahun 1956. Sedangkan
potensi kultur sel untuk memproduksi senyawa bermanfaat terutama untuk
obat-obatan, telah dimulai pada akhir tahun 1960 (Pétiard &
Bariaud-Fontanel, 1987 dalam Sasson, 1991).
6.Kultur
Anther
Anther
atau tepung sari secara alamiah berfungsi menyerbuki maupun membuahi.
Teknik kultur Anther relative sederhana dan efisien, yang paling penting dalam
metode ini adalah penentuan tingkat perkembangan yang paling tepat untuk
dijadikan sebagai eksplan sehingga androgenesis dapat terjadi. Anther angiospermae
secara skematis dan pembentukan
tanaman haploid melalui kultur anther
sbb:
Kultur
anther mempunyai kegunaan sebagai berikut:
·Mampu
menghasilkan tan. haploid (hanya mempunyai satu genom saja (monohaploid)). Tanaman haploid dapat digunakan untuk
pemuliaan tanaman selanjutnya, dari tanaman monohaploid diperkirakan dapat
menghilangkan sifat resesif.
·Dari
monohaploid dapat dihasilkan derivate yang dihaploid (diploid) dengan cara :
Merangkap kromosom dengan perlakuan colchicin. Mengadakan silangan tanaman
monohaploid.
·Membuat
tanaman homozygote.
Faktor-faktor
yg mempengaruhi keberhasilan produksi haploid melalui kultur In Vitro adalah :
·Tingkat
perkembangan polen → paling baik digunakan polen pada tingkat pembelahan
mitosis pertama (Uninucleat).
·Pre-treatmen
→ beberapa jenis tanaman memerlukan perlakuan pendahuluan berupa temperatur
rendah (3 – 10oC) selama 4 hari (bunga padi), merendam dalam air yang ada butir-butir arangnya atau mengurangi
tekanan atm 12 mg/hg.
·Media
tumbuh → terdiri dari media dasar, gula, hormone, penambah bahan organik
(ekstrak pisang, air kelapa, endosperm serealia, ekstrak ragi, alanin dan
Co-enzym A, merangsang pertumbuhan Anther.
·Kondisi
tanaman donor → bunga dari tanaman muda pada saat permulaan pembungaan, lebih
baik dari pada bunga yang keluar kemudian.
Stadium
perkembangan mikrospora dapat dibedakan menjadi beberapa fase, yaitu:
·Uni-nukleat
sangat awal, dicirikan oleh inti mikrospora di tengah, dinding mikrospora
sangat tipis dan tanpa vakuola
·Uni-nukleat
awal, dicirikan oleh inti mikrospora di tengah, dinding sudah semakin kuat dan
vakuola kecil bentuk sferik.
·Uni-nukleat
tengah awal, dicirikan oleh sebagian besar inti mikrospora di tengah sedangkan
sebagian kecil inti mikrospora di tepi, vakuola besar.
·Uni-nukleat
tengah, hampir sama dengan uninukleat tengah awal tetapi ukuran vakuola dua
kali ukuran vakuola pada stadium sebelumnya.
·Uni-nukleat
akhir, dicirikan oleh hampir semua mikrospora mempunyai inti di tepi, pada
beberapa jenis sudah berkembang menjadi stadium 2 inti, vakuola besar berbentuk
bulat telur.
F. Jenis Tanaman dalam Kultur
Jaringan
Kultur
jaringan sudah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan tanaman. Tanaman
yang pertama berhasil diperbanyak secara besar-besaran melalui kultur jaringan
adalah tanaman anggrek, menyusul berbagai tanaman hias, sayuran, buah-buahan,
pangan dan tanaman hortikultura lainnya. Selain itu juga saat ini telah
dikembangkan tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan melalui teknik kultur
jaringan. Terutama untuk tanaman yang secara ekonomi menguntungkan untuk
diperbanyak melalui kultur jaringan, sudah banyak dilakukan secara industrial.
Namun ada beberapa tanaman yang tidak menguntungkan bila dikembangkan dengan
kultur jaringan, misalnya: kecepatan multiplikasinya terlalu rendah, terlalu
banyak langkah untuk mencapai tanaman sempurna atau terlalu tinggi tingkat
penyimpangan genetik.
Dalam
bidang hortikultura, kultur jaringan sangat penting untuk dilakukan terutama
pada tanaman-tanaman yang:
1).Prosentase
perkecambahan biji rendah.
2).Tanaman
hibrida yang berasal dari tetua yang tidak menunjukkan male sterility.
3).Tanaman
hibrida yang mempunyai keunikan di salah satu organnya (bentuk atau warna
bunga, buah, daun, batang dll).
4).Perbanyakan
pohon-pohon elite dan/atau pohon untuk batang bawah.
5).Tanaman
yang selalu diperbanyak secara vegetatif, seperti: kentang, pisang, stroberry
dll.
G. Masalah-masalah Dalam
Kultur Jaringan
Dalam
kegiatan kultur jaringan, tidak sedikit masalah-masalah yang muncul sebagai
pengganggu dan bahkan menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan kegiatan kultur
yang dilakukan. Gangguan kultur secara umum dapat muncul dari bahan yang
ditanam, dari lingkungan kultur, maupun dari manusianya. Permasalahan dalam kultur
ada yang dapat diprediksi sebelumnya dan ada pula yang sulit diprediksi
kejadiannya. Untuk yang tidak dapat diprediksi, cara mengatasinya tidak dapat
secara preventif tetapi diselesaikan setelah kasus itu muncul. Adapun masalah-masalah
yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu:
1.Kontaminasi
Kontaminasi
adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan.
Munculnya gangguan ini bila dipahami secara mendasar adalah merupakan sesuatu
yang sangat wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang diperkaya.Fenomena
kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis
kontaminasinya (bakteri, jamur, virus, dll).
Upaya
mencegah terjadinya kontaminsi:
-Biasakan
membersihkan berbagai sarana yang diperlukan dalam kultur jaringan.
-Yakinkan
bahwa proses sterilisasi media secara baik dan benar.
-Lakukan
proses penanaman bahan pada keadaan anda nyaman dan cari waktu yang longgar.
2.Pencoklatan/browning
Pencoklatan
adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam yang sering membuat
tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan
sesunggguhnya merupakan peristiwa alamiah yang biasa yang sering terjadi.
Pencoklatan
umumnya merupakan suatu tanda-tanda kemunduran fisiologi eksplan dan tidak
jarang berakhir pada kematian eksplan.
3.Vitrifikasi
Vitrifikasi
adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan:
·Munculnya
pertumbuhan dan pertumbuhan yang tidaknormal.
·Tanaman
yang dihasikan pendek-pendek atau kerdil.
·Pertrumbuhan
batang cenderung ke arah penambahan diameter
·Tanaman
utuhnya menjadi sangat turgescent.
·Pada
daunnya tidak memiliki jaringan pallisade
4.Variabilitas
Genetik
Bila
kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang seragam dalam
jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upaya pemuliaan tanaman maka variasi
genetik adalah kendala. Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in vitro
karena:
·Laju
multiflikasi yang tinggi, variasi terjadi karena terjadinya sub kultur berulang
yang tidak terkontrol
·Penggunaan
teknik yang tidak sesuai.
·Variasi
genetik yang paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur -suspensi sel,
hal tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas kromosom mungkin
akibat teknis kultur, media atau hormon.
·Cara
mengatasi masalah variasi genetik tentunya tidak sederhana, harus memperhatikan
aspek yang dikulturkan.
5.Pertumbuhan
dan Perkembangan
Masalah
utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila eksplan yang ditanam
mengalami stagnasi, dari mulai tanam hingga kurun waktu tertentu tidak mati
tetapi tidak tumbuh. Untuk menghindari hal itu dapat dilakukan dengan preventif
menghindari bahan tanam yang tidak juvenil atau tidak meristematik. Karena awal
pertumbuhan eksplan akan dimulai dari sel-sel yang muda yang aktif membelah,
atau dari sel-sel tua yang muda kembali. Media juag dapat menjadi sebab
terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari kondisi medialah suatu sel dapat
atau tidak terdorong melakukan proses pembelahan dan pembesaran dirinya.
Pada
proses klutur jaringan yang bersifa inderict embriogenesis, tahapan pembentukan
kalus harus dilanjutkan dengan mendorong induksi embriosomatik dari sel-sel
kalus. Terjadinya embrio somatik dapat secara endogen atau eksogen.
6.Praperlakuan
Masalah
pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja, pertumbuahn dan
perkembangannya dlama botol saja tetapi juga sangat bisa dipengaruhi oleh
persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan muncul bila
kegiatan prapelakuaan tidak dilakukan. Prapelakuan dilakukan umumnya untuk
tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah dalam rangka menghilangkan hambatan.
Hambatan apat berupa hambatan kemikalis, fisik, biologis. Hambatan berupa bahan
kimia penanganannya harus dimulai dari pengenalan senyawa aktif, potensi
gangguan, proses reaksi dan alternatif pengelolaannya.
7.Lingkungan
Mikro
Masalah
lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering menjadi
masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi pertumbuhan eksplan,
suhu yang terlalu rendah aatau tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan pada eksplan.
Kebutuhan
antara satu tananaman dengan tanaman yang lain berbeda, namunddemikian
solusinya sulit dilakukan mengingat umumnya ruangan inkubator suatu ruangan
laboratorium kultur jaringan tidak bisa dibuat variasi antara satu ruangan
dengan bagian ruangan yang lainnya. Sehingga optimasi pertumbuhan tidak bisa
diharapkan sama antara kultur yang satu dengan kultur yang lain.
H. Kelebihan Dan
Kekurangan Kultur Jaringan
Kultur
jaringan mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya, kelebihannya
yaitu, Sifat identik dengan
induknya, Perbanyakan
dalam waktu singkat, Tidak
perlu areal pembibitan yang luas, Tidak
dipengaruhi oleh musim, Tanaman
bebas jamur dan bakteri, Pengadaan
bibit tidak tergantung musim, Bibit
dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudahrespon dalam
1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit), Bibit yang dihasilkan
seragam, Bibit yang dihasilkan
bebas penyakit (menggunakan organ tertentu), Biaya
pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah, Dalam proses pembibitan bebas dari
gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan
lainnya, Dapat
diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki, Metabolit
sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa. Sedangkan kekurangannya, Bibit
hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap hama penyakit dan udara luar, Bagi orang tertentu, cara
kultur jaringan dinilai mahal dan sulit, Membutuhkan
modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium khusus),
peralatan dan perlengkapan, Diperlukan
persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar
dapat memperoleh hasil yg memuaskan, Produk
kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh, Diperlukan persiapan SDM yang handal
untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yang
memuaskan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada
dasarnya, kultur jaringan merupakan suatu tehnik membiakkan sel atau jaringan
ke dalam media kultur, sehingga tumbuh, membelah, dan menghasilkan tumbuhan
baru dengan cepat dan memiliki sifat yang sama dengan induknya.
Kultur
jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan mengisolasi bagian tanaman
seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media
buatan secara aseptic yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah
tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan
adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman
menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Dalam
kultur jaringan digunakan eksplan, yaitu sel atau irisan jaringan tanaman yang
akan menjadi benih tanaman yang baru nanti setelah di kultur jaringan. Faktor
eksplan yang perlu diperhatikan adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak
pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan
sebagai eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon,
hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.
B. SARAN
Pelaksanaan
kultur jaringan di Indonesia belum cukup banyak dilakukan. Hal ini dikarenakan
kurangnya dana dan fasilitas. Saya menyarankan kepada pemerintah, sebaiknya
pemerintah ikut memperhatikan masalah mengenai pertanian terutama dalam metode
kultur jaringan yang seharusnya dapat menghasilkan keberhasilan yang besar
DAFTAR PUSTAKA
Rao, Subra. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: UI-Press
Welsh, James R.1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta : Erlangga
Fransisca. 2012. Kultur
jaringan lengkap. ( https://thafransisca.wordpress.com/2011/01/30/
kultur-jaringan-lengkap) Diakses 24 mei 2017
Tirma, Putri. 2015. Makalah
kultur jaringan. (http://tirmaputri.blogspot.com/2015/03/makalah-kultur-jaringan.html). Diakses 25 mei 2017.
Ifam, yumyu. 2015. Makalah
kultur jaringan.(http://ifamyumyu.blogspot.com/2015/03/makalah-kultur-jaringan.html). Diakses 25 mei 2017.
MAKALAH KULUTUR JARINGAN || BIOLOGI ||
4/
5
Oleh
Tehansya dulesta